Selasa, 13 Desember 2011

MENCARI DAN MENEMUKAN MASALAH PSIKOLOGI

Bagian dibawah ini merupakan tugas mata kuliah PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. penulis buat sebagai salah satu syarat perolehan nilai akademik dan penulis lampirkan dalam blog ini sebagai bahan pertimbangan kepada siapa saja saudara-saudari yang mungkin memiliki tugasdan tanggungjawab yang sama dalam mengikuti mata kuliah psikologi.

BAB I

DESKRIPSI MASALAH
ANAK REMAJA YANG LUKA BATIN

Apa itu Deskripsi? Masalah luka batin itu seperti apa sih? Deskripsi didevenisikan menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu paparan dengan kata-kata secara terperinci.[1] Jadi penulis mendevenisikan deskripsi masalah luka batin  adalah pemaparan satu masalah yang dialami oleh seseorang yang terluka batinnya dan yang harus diselesaikan secara rinci atau tersusun sesuai kebutuhan.
Luka batin adalah salah satu bentuk trauma yang dialami oleh banyak orang. Umumnya hampir semua orang pernah mengalami luka batin (dengan kadar yang berbeda-beda dari ringan sampai sangat berat) suatu saat dalam masa hidupnya, baik terjadi saat usia kecil, remaja, dewasa maupun usia tua. Berat ringannya luka batin yang dialami seseorang sangat relatif dan sangat tergantung bagaimana pemaknaan seseorang terhadap peristiwa atau situasi dan kondisi yang dialaminya. Luka batin yang umum terjadi yaitu antara orang tua dan anak, misal anak kurang ajar terhadap orang tuanya sehingga orang tuanya sakit hati, atau sebaliknya, anak yang mau dibuang oleh orang tuanya atau anak yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Antar pasangan, baik yang masih dalam taraf pacaran ataupun sudah suami istri. Sesuai dengan namanya luka batin, perasaan yang umumnya dirasakan orang yang menderitanya adalah antara lain: terluka, sakit hati, benci, dendam, kemarahan yang luar biasa, dan perasaan-perasaan sejenis yang mengandung muatan emosi kuat.[2]

Menurut pengalaman penulis, luka batin umumnya terjadi saat seseorang merasa diserang atau dilukai citra dirinya atau harga dirinya. Saat seseorang merasa orang lain menyerangnya (secara fisik atau mental) baik ini sungguh-sungguh terjadi maupun hanya menurut persepsinya dan terkena harga dirinya, maka secara otomatis akan timbul suatu pemaknaan pada diri orang yang terkena tersebut (entah merasa direndahkan, dihina, tidak dihargai, dikhianati), dan pemaknaannya menghasilkan emosi-emosi negatif yang kuat perasaan.
Kebanyakan kenyataan yang real menurut pengamatan penulis dilingkungan sekitar luka batin juga umumnya terjadi saat seseorang masih kecil dan kemudian luka batin tersebut akan menjadi makin kuat karena seseorang mengalami peristiwa-peristiwa yang oleh pikiran bawah sadarnya dikelompokan sebagai sesuatu yang dianggap mirip dengan peristiwa awal penyebab luka batin sehingga emosinya jadi makin kuat. Perasaaan-perasaan ini bisa sedemikian kuatnya sehingga seseorang merasa sangat tersiksa.

BAB II
IDENTITAS ANAK YANG MENGALAMI LUKA BATIN

a.      Data Pribadi Anak
GBI di Maguwoharjo adalah tempat dimana penulis melayani (Week And), dan di GBI-lah penulis bertemu dengan berbagai karakter anak baik itu umur anak batita-balita-pratama hingga umur remaja dan juga bertemu dengan komunitas para pemuda. Berhubungan dengan pelajaran Psikologi perkembangan anak, dan proses penyusunan makalah ini, penulis mengadakan pendekatan kepada anak dengan berbagai metode tertentu sehingga mereka pun dekat, bersahabat serta  terbuka dengan penulis, hal ini penulis lakukan agar terciptanya interaksi yang baik anatara Guru dan Anak didik dan memudahkan penulis  untuk meneliti setiap karakter anak-anak dan sekaligus mudah untuk membedakan karakter satu dengan yang lainnya.
Dalam proses keberlangsungan beberapa kali pengajaran sekolah minggu, penulis mengamati seorang murid yang sangat keliahatan berbeda dengan teman-temannya yang lain terutama teman sebaya atau seumuran dengan dia baik perbedaan secara (Fisik, Emosional, Mental/intelektualnya, juga spiritualnya). Adapun identitas anak yang dimaksud :
Nama                           : Delvin saputra
Nama panggilan           : Putra
Jenis Kelamin               : Laki-Laki
Usia                             : 11 Tahun (Tergolong anak Madia sesuai ilmu Psikologi)
Kelas                           : 5 Sekolah Dasar (SD)
      Asal (suku)                  : Bali, (Ayahnya turunan orang bali, ibunya orang jawa)    
     Alamat                          : Jalan. Stadion Maguwoharjo, Komplek Sanata Dharma
                         Blok A.J.10/10

b. Latar Belakang Keluarga
            Setiap keluarga memiliki keaneka ragaman latar belakang serta keunikan-keunikan tertentu dalam berbagai keberlangsungan sebuah keluarga. Penulis dalam hal ini menguraikan sebagaian kecil mengenai latar belakang keluarga anak asuh saya dalam sekolah minggu yang bernama Putra.
Penulis menghimpun informasi langsung dengan metode lisan terhadap orang tua anak ketika penulis berkunjung atau istilah jawanya “Besuk” bersama seorang pemuda. Penulis memberikan beberapa poin pertanyaan dan penulis merekam tanpa ada sesuatu hal-hal yang mencurigakan dari penampilan penulis sehing penulis bisa menghimpun informasi dengan baik.
Orang Tua anak (Ayah) bekerja dalam sebuah perusahaan sebagai salah satu staf, sementara ibu adalah seorang guru di salah satu SMP di-seputar  kabupaten Sleman. Putra 4 orang bersaudara, tiga laki-laki dan satu Perempuan. Putra adalah anak ke-2 (dua). Kelurga besarnya tinggal di Semarang. Jadi, isi keluara Putra kedua orang tuanya, saudara-saudaranya dan seorang tantenya saudara bapaknya yang sedang kuliah di-Ukrim dan pembantu rumah tangga Putra.

Putra adalah seorang yang cacat dimana ketika dia berumur 3 tahun seperti biasanya menu pagi keluarganya sebelum ayah dan ibunya pergi kelapangan kerja sang ibu selalu aktif membuatkan teh panas serta sarapan buat anak-anak. Ketika si Putra bangun pagi, dia segera menuju meja hidangan menu pagi kelurganya dan pernyataan keluarga, pada saat itu mungkin Putra kehausan sehingga ketika ia sampai dimeja makan ia segera mengangkat gelas bapaknya yang masih dalam keadaan panas tanpa ia ketahui bahwa itu panas karena gelasnya gelas terbuat dari mar-mar tebal akhirnya si Putra meminumnya dan karena kagetnya ketika meneguk air tiba-tiba gelas terlepas ditangannya dan air tertumpah di muka dan mengenai seluruh bagia depan tubuhnya muka Putra pun terluka dan cacat dengan serangan air yang sangat panas karena baru saja dituang setelah dipanasi oleh sijago merah sekalipun ia dirawat di salah satu RS tetapi tetap juga membekas. Hal ini membuat perubahan sikap abangnya dan adek-adeknya kepadanya, ketika mereka ada konflik keanak-anakan maka kakak dan adeknya sering mengolok-olok dia dengan panggilan “Si-bruk Rupa”.

Keluarganya adalah Kristen protestan yang cukup aktif di GBI Maguwoharjo dan kedua orang tuanya sangat sibuk dalam kegiatan masing-masing dan jarang ada waktu berkumpul 24 jam bersama-bersama dalam keluarga secara penuh selain hari minggu, dan hari libur dalam hal ini orang tua pun kurang memiliki perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya karna hanya berfungsi untuk membahagiakan anak-anaknya dalam segi kebutuhan jasmani yang berkelimpahan sementara pembinaan karakter sangatlah minim dan anak-anak lebih akrab dengan pembantu dan tante mereka. Keluarga Putra bisa dikatakan hidup mewah secara materi/kebutuhan keadaan keluarga tercukupi semuanya.

III.    ANALISA KASUS

1.   Penyebab Terjadinya Luka Batin Pada diri Individu
Berbicara mengenai penyebab, maka sangatlah erat kaitannya dengan latar belakang. sebagaimana penulis telah mencantumkan dalam bagian latar belakang keluarga bahwa putra pada masa kecilnya usia 3 tahun, cacat karena tersirami air panas dan mulai pada saat itu putra mengalami perubahan yang sangat berdampak negatif dalam dirinya. seiring berputarnya waktu maka usia anak-anak pun makin bertamabah dan demikian pula wawasannya semakin berkembang.
Sesuai penelitian penulis secara lisan dengan orang tua atau pihak keluaga individu yang mengalami luka batin, kesimpulannya, bertambahnya usia putra maka semakin bertambah pula luka yang dia alami, baik didalam keluarganya yang menunjukkan sikap kurang menerima dirinya, lebih-lebih ketika dia mulai masuk di TK A-B, dan Sekolah Dasar, dia sering dipojokin oleh teman-temannya dan di teriakin dengan sebutan “Siburuk Rupa!” bahkan ketika dia kesekolah minggu pun penulis menyaksikan sendiri bahwa dia juga menghadapi problem terhadap sikap teman-temannya sekolah minggu walaupun seharusnya anak sekolah minggu sering diajari hal-hal yang baik tetapi satu dua tiga bahkan lebih masih ada yang belum mengerti akan hal itu.

2.    Bentuk Luka Batin Yang dialami Putra
Batin sang individupun mulailah tidak berterima dengan keadaan yang terjadi dalam dirinya, sering menangis, mengurung diri dikamar, malas belajar, ditolak oleh teman-teman sekolah ketika bermain, bahkan saudara-saudaranya sendiri kadang tidak suka dengan dia. sehingga penulis simpulkan bahwa luka batin si putra adalah sakit hati, benci, dendam, kemarahan yang luar biasa, dan perasaan-perasaan sejenis yang mengandung muatan emosi kuat.
Pada kenyataannya orang yang sedang marah itu tidak senag dekat-dekat dengan orang lain, dengan demikian orang-orang yang marah, yang galak atau yang selalu tidak puas, lama kelamaan akan dikeluarkan dari kelompok sosial atau tidak mengalami kesenangan-kesenangan hidup. [3] seperti itu persislah yang dialami oleh individu. Tiga bagian yang paling penting dari kehidupan manusia adalah : kehendak, pikiran dan hati (pusat emosi). manusia itu dipengaruhi oleh apa yang ada didalam pikirannya, apa yang ada didalam pikirannya itu ditentukan oleh kehendaknya; jadi, bila seseorang berkehendak untuk tidak mentaati Allah dan mencintai hal-hal didalam pikirannnya yang menyebabkan perasaan-perasaannya itu mencetuskan tindakan-tindakan yang tidak berkenan kepada Allah.[4] Sudah pasti anak tidak taat akan Tuhan dari sikapnya karena berbagai pemberontakan yang terjadi dalam dirinya setiap hari dan bukan hal yang mudah untuk memulihkannya.  

3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
1.      Faktor keluarga
            Melalui penelitia penulis secara langsung dalam keluarga individu, telah sekian kalinya menyinggung dari latar belakang keluarga, bahwa orang tua individu kurang perhatian dengan kondisi yang dia alami dari teman-temannya karena sibuk dengan pekerjaan yang di emban. Orang tua hanya peduli akan kekayaan serta kebutuhan jasmani anak-anaknya tetapi tidak melihat seperti apa kondisi anaknya yang menderita luka batin bahkan dari sikap orang tua sendiri juga justru kadang menyatitkan hati anaknya karena sesuai pernyataan justru adek-adeknya yang selalu dibela orang tua ketika ada masalah diantara mereka, mereka menganggap bahwa dengan kebutuhan yang begitu memadai maka anak-anaknya hidup damai dan baik-baik saja.

2.      Faktor Sekolah
Dalam bagian ini, penulis belum mengamati individu secara langsung di sekolah tetapi penulis menghimpun infarmasi melalui orang tua individu sendiri, sesuai pernyataan keluarga bahwa si Putra adalah pendiam di sekolah dan sering melamun dan kurang kuper, oleh karena teman-temannya selalu menghindar dari dia. dan guru pun kurang memperhatikan hal ini, sehingga si putra selalu mendapatkan nilai yang buruk disekolah. dan dalam hal ini orang tua penulis sendiri juga menjelekkan anaknya didepan penulis sendiri bahwa anaknya yang satu ini paling malas belajar suka ngurung diri, bukannya menghimpun solusi untuk perubahan anaknya.
3.      Faktor lingkungan
Sesuai ilmu psikologi penulis sangat setuju pada sebuah teori yaitu Teori Konvergensi, serta hukumnya konvergensi dimana pada intinya bahwa bawaan lahiriah dan lingkungan yang mempengaruhi perkembangan seseorang, juga mengenai Pandangan Psikologi Kristen oleh S. Heath “Lingkungan sebagai pangkal pembentukan, pangkal pertumbuhan iman, serta pembentukan watak.[5] Penulis mendekati individu dan mewawancarai dengan penuh kasih sehingga ianya terbuka sepolos-polosnya dan ternyata lingkungan tempat tinggal individu korban luka batinpun tidak juga meberi bobot yang baik dalam perkembangan dirinya, hampir sama di lembaga sekolahnya bahwa ia ditolak oleh teman-temannya. jadi, lingkungan tempat tinggal individu bukanlah salah satu tempat dimana dia berubah dan memiliki daya juang tetapi justru mempersulit dan menambah rasa stres dan trauma si individu yang luka batin setiap hari.

IV.    SOLUSI PERSPEKTIF KRISTEN
                  Yesus memberkati anak-anak memiliki makna yang mendalam bahwa begitu berharganya kasih sayang terhadap anak-anak serta pentinya implementasinya dalam setiap keluarga kristiani (Lukas 18 : 15-17). Setelah penulis mengamati dan menganalisa kasus serta mengetahui anak yang luka batin melalui observasi serta wawancara langsung dilapangan maka penulis mencari berbagai sumber mengenai solusi untuk menghadapi dan berusaha untuk memulihkan kondisi individu yang memiliki masalah psikologinya demi kemajuan perubahan kondisi pribadinya yang begitu menyedihkan.
            Demi tercapainya manusia yang dewasa, sehat jasmani dan rohani, maka ia perlu dicegah dari pengaruh negatif dan timbulnya gangguan dalam perkembangan kepribadiannya.[6] dalam bagian ini penulis berinisiatif untuk :
1.      Selalu merangkul individu dengan penuh kasih secara khusus dalam pertemuan sekolah minggu juga saat-saat penulis “Besuk” sehingga individu punya pikiran bahwa masih ada orang yang memperhatikan dia, penulis menerapkannya untuk memacu dia ceria dan mulai belajar tersenyum. (Terbukti sangat pentingnya pendekatan terhadap peserta didik). penulis lakukan sesuai tingkatan kebutuhan USIA ANAK MADYA baik segi fisiknya, mental dan emosional serta spiritualnya.[7]
2.      Memberi pemahaman akan kasih Allah melalui pengalaman yang dialaminya
3.      Mengajari menerima dirinya apa adanya dan menjelaskan dengan sedetail mungkin bahwa semua manusia sama dimata Tuhan sehingga ia PD.
Kenangan paling terakhir di KALBAR 


4.      Mengajari individu agar bisa memiliki kesabaran dia bisa menerima orang tuanya, mentaati orang tuanya, serta selalu menyayangi adik-adiknya walaupun ia selalu dihina dengan menceritakan kisah Yusuf melalui cerita sesuai kebutuhannya serta kasih yesus sampai mati.
5.      Membangkitkan semangat individu agar rajin belajar dengan memberi tugas-tugas khusus serta menjelaskan manfaat bagi dirinya menuju masa depan.
6.      Terus menerus mengkonseling dan mengajari dengan penuh kasih.
           
            Penulis sangat tertarik dalam sebuah ungkapan buku yang mengatakan bahwa “anak-anak muda bisa dipandu dalam pertumbuhan rohaninya jika orang tua menuruti perintah Allah untuk mengajar mereka. (ul. 6:6-7), melatih mereka(amsal 22:6) dan membesarkan mereka dengan dengan petunjuk Tuhan (efesus 6:4).[8]
            Sesuai ilmu psikologi Penulis lebih memilih keluraga sebagai sentral dasar perubahan luka batin individu terutama kedua orang tua. menyikapi firman Tuhan dalam Efesus 6: 4 mengenai sikap orang tua terhadap anak maka, Harusnya :
1.      Orang tua harus selalu berperan aktif dalam memperhatikan sifat anak-anaknya dan mengetahui setiap permasalahan yang dialami oleh anaknya setiap hari. tidak hanya fokus pada satu sisi saja yaitu kebutuhan jasmani.
2.      Orang tua harus beridentitas sebagai perawat yang baik yang tulus dan penuh kasih sayang bagi anak-anaknya. jadi, “Seorang perawat tidak dapat memilih pasien yang dirawatnya, sehingga mau tidak mau harus merawat pasien yang menjadi tanggungjawabnya.[9] Demikian yang seharusnya sikap orang tua terhadap anaknya.
            Langkah yang seharusnya dilakukan guru menurut Prof. Dr. Singgih Gunarsa, yaitu : “Sesuaikan pengajaran anda dengan tingkat kemampuan anak, dan berikan kesempatan serta perhatian khusus bagi anak didik dan bangunlah relasi yang baik”.[10]
            Dengan melakukan pengajaran yang baik, dan keteladanan yang baik bagi anak yang luka batinnya maka ia akan pulih dan akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. dan penulis sangat setuju dengan teori J. Piaget dan L. Kohlberg mengatakan :
                              “Perkembangan moral seorang anak sejalan dengan perkembangan
                  aspek kognitifnya. dengan makin bertambahnya tingkat pengertian
                  anak, makin banyak pula nilai-nilai moral yang dapat ditangkap
                  dan dimengerti oleh anak”.[11]



KESIMPULAN

            Luka batin bukanlah sesuatu masalah yang sepele dan tidak boleh diabaikan, dan luka batin pasti dialami oleh setiap orang dengan berbagai perbedaan kasus dan gejalanya. luka batin adalah salah satu masalah yang sangat berpengaruh dan berdampak negatif dengan seluruh aspek perkembangan diri seseorang, maka dengan itu sangatlah penting mempelajari Ilmu Psikologi Perkembangan dan karena banyaklah cara/metode yang harus ditempuh dan dilakukan untuk mempermudah baik Guru, Konselor, para Pendeta juga Orang Tua dan siapa saja menemukan solusi dalam mengklirkan berbagai masalah psikologi anak.

Tuhan Yesus Memberkati.







DAFTAR PUSTAKA

Santoso Indra, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Pustaka Dua-Surabaya.

Meier D. Paul, M.D., Berbagai Masalah Psikologi, PMB-Yogyakarta 2004

________________, Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen, PBRA,
         Jogjakarta 2004, Hal. 103

Tim Lahaye, Temperamen Anda Dapat Diubah, Kalam Hidup, Bandung 1966

Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perawatan, BPK GM, Jakarta, 1986
_______________, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, BPK-GM, Jakarta
        1983

Dra. Ny. Y. Singgih , Psikologi Untuk Membimbing, P.T. BPK-GM, Jakarta1980


[1] Santoso Indra, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, Pustaka Dua-Surabaya, Halaman 113
[2] Meier D. Paul, M.D., Berbagai Masalah Psikologi, PMB-Yogyakarta 2004, Halaman 33
[3] Tim Lahaye, Temperamen Anda Dapat Diubah, Kalam Hidup, Bandung 1966, Halaman 37
[4] Ibid,  Halaman 39
[5] Diktat, Sherly Ester K., Psikologi Perkembangan
[6] Dra. Ny. Y. Singgih , Psikologi Untuk Membimbing, P.T. BPK-GM, Jakarta 1980, Hal.  22
[7]Diktat, Psikologi Perkembangan
[8]Meier D. Paul, M.D. Pengantar Psikologi dan Konseling Kristen, PBRA, Jogjakarta 2004, Hal. 103
[9] Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perawatan, BPK-GM, Jakarta, 1986, Hal. 54
[10] Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, BPK-GM, Jakarta 1983, Halaman 122
[11] Ibid, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Jakarta 1983, Halaman 66





RESENSI BUKU PSIKOLOGI YANG SEBENARNYA

Oleh : Lesman Giawa 


PENDAHULUAN


                        Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas penyertaan Tuhan yang maha penyayang dalam rangka pengerjaan serta penyelesaian laporan resensi buku “Psikologi Yang Sebenarnya”, dimana dalam pembacaan buku tersebut penulis banyak menemukan berbagai ilmu yang baru menyangkut aspek-aspek kehidupan serta Perkembangan manusia.

Dwi Ningsih Kalbar.
            Dalam buku “Psikologi Perkembangan”, banyak Pula bagian-bagian ajaran yang berupa kutipan dari buku-buku lain untuk melengkapi buku Psikologi Perkembangan, sehingga satu buku kelihatan sempurna adanya. Dengan demikian “Buku Psikologi Perkembangan” ditulis serta disusun oleh satu orang saja dengan berbagai fariasi kekayaannya dalam merangkum semua pendapat para Ahli para tokoh Psikologi Perkembangan sehingga menjadi utuh dan menjadi sebuah buku yang berharga dan bahkan sangat bermanfaat untuk para calon-canlon guru demi kelancaran tugas yang diemban yaitu meningkatkan kualitas anak dalam perkembangan hidupnya.





     Penulis


                                                                                                                       Superlesman Giawa 
 
I.    SUATU MASALAH EPISTEMOLOGI

            Sebuah istilah kata penulis dapatkan dari judul/Bab ini yaitu masalah Epistemologi. Dalam penguraian isi buku ini, Epistemologi merupakan gabungan dari tiga kata gerika (Yunani), Epi, Istemi, dan Logia, yang dapat diterjemahkan “Ilmu menyangkut pendirian”. Epistemologi ialah satu dari ketiga bagian utama dari filsafat, dan sejak dahulu selalu berarti ilmu pembenaran.
            Dalam bagia ini lebih banyak menguraikan berbagai histori sumber ilmu psikologi, dengan merundingkan sekian banyaknya sumber psikologi, suatu ide mengatakan bahwa sumber psikologi yang satu bertentangan dengan sumber yang lain. Nah dalam menghadapi perbedaan ini pengarang harus berepistemologi yaitu memilih uang benar dan menolak yang salah berdasarkan suatu sistematika pemilihan yang logis.
           
Adapun berbagai perbedaan dalam psikologi, yaitu menyangkut teori dasar yang berlaku umum dalam psikologi dan perbedaan ini dimunculkan oleh rumusan seorang tokoh yaitu Freund dan letak perbedaannya mengenaiAsas Historisnya. Ada pula sebuah buku yang memperkenalkan psikologi Abraham Maslow The third Force (mazhab ketiga) dalam bagian isinya mengemukakan perbedaan Asas Kontemporer. Ada juga perbedaan dalam Psikologi klinis, psikologi klinis adalah kiat menerapkan teori psikologi kepada orang yang menghadapi masalah dan merasa tidak mampu untuk mengatasinya.
Ada pula perbedaan dalam pola penelitian, berbagai pertentangan-pertentangan dalam psikologi tidak terbatas pada teori dan praktis klinis, dan terdapat pula pada metodologi riset di laboratorium seorang tokoh bernama Farnsworth mengimbau agar metode penelitian psikologis dipikirkan kembali. Dan dia merasa bahwa pendekatan yang biasa tidak dapat dibenarkan.

Epistemologi yang bagaimanakah ?
            Penulis sangat  tertarik dengan pendapat satu tokoh yang baru ini yaitu W.S Rendra, bahwa Indonesia jurusan Psikologi diganti dengan kebatinian. Ego, Id, Superego. Tidak dapat difoto. Pendapat inilah yang banyak dipertahankan oleh banyak psikolog. Sekalipun sebagian psikolog tidak menganut teori Sigmun Freund lagi, namun kesimpulan W.S. Rendra tetap bermakna, psikologi siapapun juga harus bediri atas suatu pengertian antropologi, dan antropologis itu bersifat metafisis, bukan empiris.

            Psikologi sebagai lawan kristen berawal dari perntentangan dimana ada bagian penjelasan Alkitab tentang batin dan tingkah laku manusia merupakan akar kedua dari permasalahan tersebut. Namun objek penelitian dan pembahasan mereka tidak lain dari manusia yang sebenarnya mempunyai dimensi rohani (baka) yang terhembus nafas Allah (kejadian 1,2). Hal ini mengskibatkan para Klien dan peserta Tes psikologi tidak diperlukan sebagai manusia sejati, yakni manusia utuh yang perlu didiagnosa dan dilayani dalam keutuhannya.
            Suatu kronologi yang menyatakan juga bahwa pelayanan secara konseling oleh rohaniawan seperti pendeta dianggap sangat menjadi penghambat pemulihan normalitas, dan memang para psikolog mengakui bahwa dengan adanya konselor seorang pendeta maka orang yang memiliki masalah lebih terbuka dan satu hal yang menjadi problematika yaitu paham yang berkata bahwa para rohaniawan menjadi penipu orng yang ada masalah dengan berbagai alasan tertentu terutama saat dikaitkan dengan firman Tuhan.
            Hubungan Alkitab dengan psikologi sesuai pernyataan hakiki dalam bagian isi buku ini yaitu dasar isi buku psikologi ini pada dasarnya bahwa hanya penjelasan Alkitab yang tepat dan patut kita pakai dalam menghadapi, mengerti dan melayani sesama kita, tidak bertanggungjawab mencampur penjelasan firman Allah itu dengan unsur-unsur filosofi dan pendekatan manusiawi yang melulu.

FILSAFAT MANUSIA
            Sesui dengan filsafat, pastinya sebagai orang percaya mengakui bahwa manusia dan lingkungannya berpangkal dengan penjelasan Sang Pencipta terutama kitab kejadian. Penjelasan itu memaksakan kita untuk memandang manusia sebagai makhluk istimewa dan kompleks (berbeda dengan makhluk lainnya). Yang menjadi pembahsan pada bagian ini yakni “Harga Diri” dibahas sebagai kebutuhan psikologis yang “paling utama”. Faktanya begitu banyak orang yang berbuat yang bukan-bukan untuk merasakan dirinya berarti. Ketika mereka tidak merasa berharga, banyak yang memilih jalan pintas untuk bunuh  diri, untuk itu, pengetahua dan pengenalan diri berdasarkan Firman Tuhan memperkuat ketabahan manusia terhadap setiap kepahitan hidup, karena penghargaan sebagai makhluk yang dikasihi dan dikhususkan oleh Allah tidaklah tergantung pada situasi dan kondisi lingkungan.

KODRAT YANG MULTI DIMENSI
            Manusia memang mulitidimensi, dapat membedakan kegiatan jasmani, berpikir, merasa dan bermimpi. Dan hidup dalam lingkungannya dengan pelbagai saluran. Menghiraukan hukum, agama, kesehatan jasmani, rumah tangga dan lain-lain. Kemultidimensian ini akan merangsang terbentuknya bermacam-macam lembaga masyarakat untuk melayani setiap aspek kehidupannya yang beraneka ragam itu secara khusus. Suatu pernyataan mengatakan bahwa walaupun Kebhinekatunggalekaan itu merupakan suatu kenyataan, tidak satu dimensipun dapat berfungsi lepas dari seluruhnya.
            Tidaklah cukup jika hanya memikirkan keutuhan saja, yaitu adanya keterkaitan satu aspek hidup dengan yang lainnya. Kalau interrelasi-interrelasi tersebut tidak tidak seimbang maka ini menimbulkan distorsi atau penghambat fungsional pula.

TUNTUTAN-TUNTUTAN KODRATI
            Moderen ini, banyak buku yang membahas kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, seperti harga diri, percaya diri dan identitas diri. Buku-buku itu tulisan orang tetapi tidak berbobot bila dibandingkan dengan Firman Allah , Alkitab memberi dasar yang tuntas karena Alkitab itu Firman Allah yang benar dan pasti.
            Dalam psikologi kepribadian yang dipelopori oleh feliks adler, manusia dipandang terutama sebagai makhluk yang selalu berusaha mencapai tujuan.apabila jiwa orang oitu kurang stabil bisa saja ia berpura-pura mengakui tujuan yang luhur, supaya dikagumi orang lainsekalipun ia sendiri kurang dalam bidang yang diakuinya itu. Dampak masalah masa lampau yang belum terselesaikan dan kebutuhan kodrati yang kurang terpenuhi dapat dipikirkan melalui lima aspek pengalaman kristen ; aspek biologis, aspek psikologis, aspek somatis, aspek nouetis, Aspek sosiologis.

II.  DINAMIKA HIDUP KODRATI
Mental yang berfungsi dengan seharusnya memerlukan pemenuhan kebutuhan seluruh dimensi manusia. Kedwikodratan manusia menyebabkan beberapa konteks kebutuhan : jasmaniah, psikologis, biologis, intelektual, dan rohani maka tidak mengherankan bila bagian ini tentang dinamika hidup kodrati terdiri dari 5 rab, psikologi sosial, psikologi perkembangan, psikologi Agama, psikologi kepribadian, psikologi pendidikan.

MANUSIA DALAM KEBERSAMAAN
            Manusia adalah makhluk sosial yang harus bermasyarakat untuk berkembang secara wajar setiap orang memerlukan dua konteks sosial, kelompok kecil (keluarga), serta pengalaman sebagai anggota suatu kaum besar.
            Lingkungan sebagai pangkal pembentukan, dimana setiap orang menemukan dirinya ditengah masyarakat. Keluarga adalah lingkungan pertama dan masyarakat luas merupakan konteks kedua. Beberapa unsur kepribadia yang penting akan dibahas dalam pasal ini, antara lain identitas diri, watak dan iman. Lingkungan sebagai pangkal pengenalan diri, belajar mengenal diri melalui sejumlah unsur yang masing-masing memiliki kekhasannya sendiri. Menemukan diri sebagai anggota masyarakat, sebagai salah seorang diantara orang banayak. Ketersendirian dengan kebersamaan harus jealas dalam struktur ilmu pengetahuan. Manusia mengenal dirinya (psikologi) dalam masyarkat (sosiologi). Satu batasan yang keliru antara kedua jurusan ini sangat merugikan. setiap orang harus mandiri sekalipun dalam kebersamaan. Lingkunga sebagai pangkal pembentukan watak, umumnya anak belajar dari teladan, ilmu psikologi mengatakan bahwa jika seorang ibu seorang anak sering berbohong masalah harga pada waktu ia  kecil maka anakny pun juga akan ikut-ikutan demikian, termasuk  membohongi orang tuanya sendiri. Lingkungan sebagai pangkal pertumbuhan iman, pembentukan imanmemerlukan beberapa rangka pengenalan dan penentuan sikap hidup.Allah harus dikenal dalam nama Yesus, diri sendiri harus dikenal sebagai orang berdosa, pola hidup harus dibiasakan sesuai dengan kehendak Allah kita papat mempelajari kehendak itu dalam alkitab. Lingkungan sebagai pangkal harga diri, dasar utama harga  diri sebagai seorang kristen tidak bersifat sementara karena dasar tersebut ialah Allah sendiri. Rencana Allah bagi kita dan kerelaan Yesus untuk disalibkan bagi kita adalah penghargaan yang tak ada bandingnya. Dasar harga diri bukan karena modal cantik, kegagahan, kecerdasan, atau sukses dimata dunia yang fana.

Dinamika Gereja Sebagai Lingkungan
            Gereja merupakan lingkungan yang baik sebagai pembentuk penunjang. Apabila gera itu sehat maka dalamgereja itu dan ajaran yang diberikan , semuanya membawa kepada harga diri dan identitas diri yang tepat. Dan harga diri itu diperoleh melalui ajaran Alkitab.  

PERTUMBUHAN BERTAHAP
            Dalam bagian ini cenderung membahas pertumbuhan dan pekembangan anak dan lebih memperhatikan perkembangan janin sebagai tahan awal pertumbuhan mental. Menurut ilmu psikologi dalam pembahasan ini mengemukakan seluk beluk pertumbuhan perkembangan janin dalam perut ibu. Suatu pernyataan yang mengatakan bahwa janin dalam rahim ibu pada usia 5 bulan sudah bisa mendengar dan itu akan masuk pada ingatannya menurut penelitian sikap mental ibu mempengaruhi janin
Pertumbuhan Anak balita.
Transisi pertama yang dihadapi anak usia kurang 7 bulan yaitu ia mulai mengamati sifat lingkungannya dan saat-saat yang bersamaan bayi juga butuh perhatian dan rela menerima perhatian dari siapa saja. Dan ketika menjelang usia 7 bulan bayi mulai sadar akan dirinya berbeda dengan yang lainnya dan ia mulai mengenal pribadi-pribadi dan tahu bahwa seseorang memberi perhatian lebih daripada yang lainnya yaitu kasih sayang ibunya.   
Anak belum mengerti hubungan keluarga secara biologis, ia hanya tahu bahwa orang tertentu merawat dan melindunginya, orang itu ibunya. Suatu pengalaman yang sangat serius dalam bagian ini menyangkut pertumbuhan anak yang di asuh dengan pembantu dan bukan ibu kandung. Sesuai pernyataan mengemukakan bahwa anak cenderung lebih dekat dengan pembantu bahkan anak menganggap bahwa pembantu itu ibunya dan ibu kandungnya hanya sebatas teman mainan saja, pola hidup yang yang anak itu teladani adalah pola hidup pembantu itu. Hal ini tidak boleh disepelekan karna dinamika pergaulan ini membentuk kepribadian anak dan dengan demikian berdampak besar pada kebahagiaan keluarganya dikemudian hari.

Masa Remaja
            Sesuai yang dikemukakan dalam isi buku ini bahwa masa remaja adalah masa yang istimewa dan penuh kesalah pahaman. Masa remaja ialah masa transisi jasmaniah yang penuh komplikasi sampingan. Pada wanita masa ini disebut permulaan siklus haid. Dan pada lelaki ditandai dengan perubahan suara, gejala umum lagi adalah kegugupan.     

MANUSIA DIHADAPAN ALLAH
            Bagian ini mengupas dasar psikologi kristen lebih rinci, karena relasi manusia dengan Allah merupakan bekal dan sumber dinamika hidup jiwani yang sehat dan normal. Peran serta Roh Yesus dalam kehidupan seseorang merupakan sumber kenormalan atau kesehatan mental baginya. Kristen tidak mengakui kemungkinan seseorang dapat hidup normal atau sehat mental tanpa pertolongan Roh itu. Karena seseorang tidak mungkin normal kalau ada satu saja kebutuhan kodratinya yang belum terpenuhi.
            Salah satu contoh dampak tak terpenuhi kebutuhan kodrati ilahi adalah dalam kisah kain dan habel. Tidak mungkin ada anggapan bahwa kain sehat mental, Hidup terpisah dari Allah selalu membawa keterpisahan dari manusia pula. Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan pergaulan manusiawi, pergaulan iu merupakan tuntutak kodrati.
Tidak kebetula kalau seluruh Alkitab membahas keterkaitan iman dengan kedamaian hati dan kebahagiaan hidup. Dan ten saja penjelasan Yesus sendiri adalah sumber pengetahuan psikologis yang terutama. Dampak psikologi kehadiran Allah dalam kehidupan manusia adalah membantu orang memecahkan masalah yang dihadapi melalui alatNya yaitu para pendeta yang memiliki pengetahuan akan konseling. Perlu juga diketahui bahwa jarang ada manusia yang sudah lahir baru, dan mengenali isi Alkitab perlu meminta bimbingan dari seorang konselor. Karena mereka sendriri sudah memiliki Roh Yesus, adanya pembaharuan kepribadian, yaitu adanya hubungan kreatif dengan Allah dalam Yesus, sebab Roh Yesus hidup dalam pribadi setiap orang percaya. Adanya hubungan baik terhadap sesama, dan memiliki intelek yang kreatif, serta mengerti akan diri orang lain.

PRIBADI DAN KEPRIBADIAN
Kepribadian berbeda dengan pribadi. Istilahnya, Anda hanya dapat mengenal pribadi saya kalau saya sudah diperkenalkan kepada Anda, tetapi orang lain yang sering melihat saya dari jauh mereka pun merasa sudah mengenal saya karena mengamati saya dan gerakan saya, yang mereka lihat bukan saya tetapi kepribadian saya. Kita dapat membahas kepribadian seseorang pribadi, tetapi pribadinya tiidak dapat dibahas hanya dikenal. Tim LaHaye membedakan 3 istilah kpribadian : Temperamen, Akhlak dan Kepribadian.
 Kepribadian adalah perpaduan dari beberapa sifat pem,bawaan yang dilengkapi dengan unsur-unsur pembentukan ditangan orang Tua, dan lingkungan. Maka akan terus termodifikasi sepanjang usia.

BERPIKIR ADALAH KEGIATAN PERORANGAN
            Setiap menghadapi masalah memerlukan yang namanya “Berpikir” atas dasar yang nyata, dan berpikir merupakan kegiatan perorangan. Satu kalimat yang dapat membedakan sesuatu yaitu kita dapat berunding bersama, tukar pikiran bersama tetapi tidak dapat berpikir bersama. Bekal yang minimal untuk berpikir adalah masukan-masukan inderawi serta struktur ingatan yang kita miliki sejak dalam rahim ibu.  Kepekaan intelek atau pikiran banyak orang kurang praktis disebabkan mereka kurang peka. Makin luas wawasan seseorang, semakin tinggi kepekaannya. Berpikir luas dan selektif memerlukan pengamatan yang peka. Kepekaan bergantung kepribadian serta konsentrasi pengamatan. Konsentrasi itu selektif artinya pemusatan perhatian itu ditunjukkanlah kearah yang positif, ingatan itu selektif artinya lebih kepada selektif pengamatan, kekuatan ingatan, dan agama atau ideologi, uang cenderung mendukung pendapat diri sendiri.

III.          FAKTOR-FAKTOR NIR KODRATI
            Pada zaman dulu, masih zamannya perang-perangan antara negara maupun antara suku, pembudakan orang lemah dan pemerasan ekonomi. Penulis buku mengungkap bahwa seperempat abad terakhir banyak kemerosotan moral yang sangat menggelisahkan. Perubahan mental itu sudah jelas dalam periklanan film. Tahun enam puluhan orang gemar akan seks. Tahun terakhir orang gemar pada kekejaman. Para psikolog melihat adanya perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. Kalau manusia hidup sesuai dengan kodratnya, tentu masalah-masalah diatas tidak akan muncul. Bagian terakhir ini akan dibahas mengenai segi keabnormalan dan subnormalan dipaparkan berdasarkan keyakinan bahwa oleh karena telah terjun kedalam dosa, bahkan lahir dalam dosa itu, maka pikiran dan kelakuan manusia selalu meleset dan hidupnya tidak sesuai dengan tujuan semula. Kebahagiaan asli manusia telah hilang dan kemuliaan Allahnya membawa kemerosotan dan keterbatasan dalam setiap sektor kehidupannya termasuk fungsi badani, mental, tingkah laku dan rohani.

KEABNORMALAN SOMATOPSIKIS
           Bagian ini menyinggung bahasan mengenai kata “psikosomatis” yang merupakan sikap mental yang dapat mempengaruhi keadaan tubuh. Misalnya jika seseorang frustasi dan tegang tekanan darahnya naik dan sebagainya. Namun yang menjadi pokok pembicaraan pada bagian ini adalah sbaliknya yakni somatopsikis yang merupakan keadaan tubuh memp[engaruhi mental. Faktor peristiwa jasmaniah yang negatif pada mental yakni seperti cacat, gangguan kimiawi, penyakit, dan ancaman kematian.
           Satu hal yang penting disimak dalam keabnormalan somatis yaitu adanya orang kristen yang telah dipengaruhi oleh bermacam-macam ajaran yang kurang memadai dengan pengalaman nyata ataupun dengan firman Allah. Dalam hal ini yang menjadi penekanan penting yaitu bagaimanapun cacat yang dialami oleh indifidu sebagai orang percaya harus meresponi kenyataan yang disebut “menerima diri”.  Apapun tantangan yang dihadapi oleh orang percaya Tuhan Yesus selalu setia menolong dibandingkan dengan orang yang tidak percaya.

KEABNORMALAN KEPRIBADIAN
             Kepribadian yang abnormal bisa merupakan akibat keabnormalan somatis terutama orang cacat yang kurang dapat menerima dirinya apa adanya. Bisa juga hasil pendidikan yang kurang tepat, misalnya anak yang selalu dikritik atau dimanjakan, atau yang merasa dirinya ditolak oleh orang tuanya.
            Mengatasi hal demikian sesuai ajaran kristen dalam pemaparan buku menyempitkannya dengan bahasa bahwa berjalan dalam terang berarti kita tulus dan bersikap terbuka terhadap orang lain, mengakui keberadaan yang sebenarnya, tanpa ketertutupan atau penipuan diri. Dan diidukung dalam nats Alkitab dalam Yohanes 1 : 5 – 10 yang membahas mengenai sikap yang terbuka dan berterusterang lawan sikap berdosa dan sikap sok suci.
KEKELIRUAN PNEUMOPSIKIS
            Dalam bagian ini membahas mengenai hakekat manusia memiliki dua kodrat yaitu berkodrat jasmani dan Rohani, masing-masing sektor menimbulkan kebutuhan yang khas. Keterkaitan pengalaman psikologis dengan kerohanian dinamai pneumopsikis.
           Setiap orang disarankan agar harus memiliki dasar hidupnya dan dasar itu merupakan suatu kepercayaan metafisis dan kebenarannya tidak dapat dibuktikan melalui penelitian empiris.

Kesimpulan
            Isi buku “Psikologi Yang Sebenarnya” Sangatlah bermanfaat dalam rangka mepersiapkan diri seorang calon PAK yang sangat berperan aktif dalam bersosialisasi dengan siswa didik atau para individu, baik dalam mempelajari temperamen-temperamen  individu, juga dalam membedakan setiap kualitas kenormalan ataupun keabnormalan yang dialami oleh individu dalam masing-masing kodratnya, sehingga ketika menjadi PAK maka sudahlah terbekali dalam menjiwai anak dan mudah untuk memasuki rentetan waktu yang efektif dalam melakukan pembelajaran serta pendekatan kepada individu sesuai kemampuan intelek dan situasi atau kondisi yang ada.
          
Tuhan Yesus Berkati

Tidak ada komentar: